Apa saja sih rambu-rambu untuk para ahli medis melakukan prakteknya, khususnya pada kasus lawan jenis? Ada beberapa adab yang harus dimiliki oleh seorang ahli medis, termasuk di dalamnya kita anggota Tim Medis Asy-syifaa.
Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan) dengan dalih mengobati dan atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di atas (memandang dan menyentuh) seperti; mendeteksi denyut nadi, mengambil darah dan memijit, dimana dokter tidak memiliki cara lain kecuali terpaksa memandang badan yang bukan mahramnya atau menyentuh badannya (dan tidak memungkinkan dia menggunakan kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud menyentuh secara tidak langsung), dalam hal ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan memandang saja dan atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya tersebut maka dokter harus mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh saja (itupun sebatas darurat) dan lebih daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang dan menyentuh pasien laki-laki yang bukan mahramnya juga berlaku hukum demikian. Begitu para ulama mengatakan.
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap dokter, para terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan yang terbaik bagi pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak boleh memberikan obat yang haram. Juga harus menjaga hubungan lawan jenis. Jika pasiennya bukan muhrimnya, hendaklah ada pihak ketiga yang menemani. Jangan hanya berdua didalam kamar pengobatan.
Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Ja’far yang mengatakan: Seorang lelaki buta dengan lebih dahulu meminta izin telah memasuki rumah Fatimah (sepertinya dia perlu dengan Rasulullah SAW) Fatimah mengambil kerudungnya dan beliau bersembunyi di dalam kerudung tersebut (mengambil hijab), Nabi SAW berkata: Putriku mengapa engkau menutup dirimu sedangkan dia tidak melihatmu? Beliau berkata: Apabila dia tidak melihat saya, tapi saya melihat dia dan dia (jika tidak melihat dan buta) tetapi dia mencium bau wanita. Rasulullah SAW sedemikian gembiranya sambil berkata: Saya bersaksi bahwa engkau adalah belahan jiwaku. (Hayaatu Al-Imam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab)
Lihatlah begitu diagungkannya urusan hijab oleh Rasulullah SAW.
Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'am/6 ayat 119:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi mahramnya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat wanita, meskipun sudah ada perawat wanita misalnya, maka keberadaan suami atau wanita lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.
Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim tidak tersesat di dunia. Adab-adab tersebut antara lain:
1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30-31)
Allah berfirman: “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An-Nur: 30-31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin).” (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan)